Sabtu, 03 Februari 2024

MANFAAT KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) UNTUK LINGKUNGANNYA DAN MANUSIA


I.                    PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kepiting bakau memiliki nama latin Scylla serrata. Kepiting bakau  merupakan kelompok kepiting berenang yang dicirikan oleh pasangan kaki-kaki belakang yang pipih.. Kepiting bakau banyaknya diminat masyarakat untuk mengkomsumsi Kepiting bakau tidak hanya diminati oleh konsumen dalam negeri tetapi juga diminati konsumen luar negeri. Kepiting bakau banyak dikonsumsi masyarakat terutama kepiting yang sedang bertelur karena rasa dagingnya yang enak. Kepiting bakau juga mengandung protein yang sangat tinggi dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Ohoiulun dkk., 2020).Kepiting bakau mengandung 65,72% protein dan 0,88 % lemak, sedangkan ovarium (telur) kepiting bakau mengandung 88,5% protein dan 8,16 % lemak (Tiurlan dkk., 2019). Sehingga permintaan komoditas kepiting bakau terus meningkat baik di pasaran dalam maupun luar negeri, sehingga menyebabkan penangkapan di alam berjalan semakin intensif, akibatnya terjadi penurunan pada populasi kepiting bakau di alam (Kumalah dkk., 2017).

Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis kepiting yang hidup di habitat hutan bakau/mangrove. Selain kepiting (Portunus Pelagicus), kepiting bakau merupakan komoditas ekspor. Kepiting bakau merupakan spesies kepiting yang dominan di Indonesia. Kepiting bakau merupakan salah satu jenis kepiting yang hidup di ekosistem mangrove. Kepiting bakau memiliki beberapa nama lokal antaranya yaitu kepiting lumpur ( Australia), ketam batu (Malaysia), dan kepiting bakau (Indonesia) (Sipayung dan Poedjirahajoe , 2021). Menurut Mbihgo, (2019) kepiting bakau merupakan salah satu organisme perairan yang mempunyai nilai ekonomi penting dan kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan bakau, sehingga hewan ini berkaitan serta bergantung pada hutan bakau sebagai habitat aslinya. Hutan bakau menghasilkan banyak detritus dari daun dan cabang atau dahannya. Hutan bakau juga berfungsi sebagai tempat asuh (nursery ground), tempat pemijahan atau perkawinan (spawning ground), dan tempat mencari makan (feeding ground). bagi organisme perairan seperti kepiting bakau.

1.2  Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui klasifikasi, habitat, cara beradaptasi, cara makan, siklus hidup, fungsi dan manfaat, strategi pengelolaan, dan strategi pemasaran dari kepiting bakau (Scylla Serrata).

II.                 ISI

2.1  Klasifikasi


Menurut Koniyo, 2020 taksonominya kepiting bakau (Scylla Serrata) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom: Animalia

Filum : Arthropoda

Class : Crustaceae

Sub class: Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Brachyuran

Famili : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla serrata

2.2  Habitat

Hutan bakau atau mangrove sering tumbuh di daerah intertidal (daerah pasang surut) yang berlumpur, berlempung atau berpasir. Hutan bakau mempunyai peranan ekologis yaitu sebgai tempat daerah asuh, tempat terjadinya pemijahan atau perkawinan, tempat mencari makan, dan sebagai tempat perlindungan berbagai organisme terutama kepiting, dan udang. Hutan bakau juga menjadi habitat dari banyak biota laut seperti ikan, crustacea, mollusca. Salah satu organisme yang menjadikan hutan bakau sebagai habitatnya yaitu kepiting bakau (Sari dkk., 2023).

2.3  Siklus Hidup

Kepiting bakau (Scylla Serrata) merupakan hewan yang melakukan perkembangbiakan secara seksual yaitu melalui proses perkawinan. Kepiting bakau yang telah siap untuk proses perkawinan akan memasuki hutan bakau. Proses perkawinan kepiting bakau dilakukan pada siang hari dimulai dengan spermatofor kepitin Jantan akan disimpan didalam spermateka kepiting betina sampai telur siap untuk dibuahi. Kepiting bakau yang siap dibuahi akan menghasilkan telur yang kemudian berkembang ke tahap stadia zoea. Pada stadia zoea terdiri dari 5 tahap yaitu sub stadia 1 zoea sampai sub stadia zoea 5. Tahap ini dimana telur atau larva menetas. Kemudian tahap stadia megalopa yang dimana tubuh kepiting bakau belum terbentuk sempurna. Pada tahap ini mulai terbentuk mata, capit (chela), serta kaki yang lengkap namun tertutup abdomen (abdomen flap) yang masih menyerupai ekor yang Panjang dan beruas. Setelah tahap stadia megalopa masuk ke tahap stadia crab (kepiting muda) dimana tubuh kepiting bakau mulai terbentuk sempurna dan memiliki organ tubuh yang lengkap seperti halnya kepiting dewasa namun ukurannya masih kecil. Terakhir tahap stadia kepiting dewasa yaitu tubuhh kepiting terbagi menjadi dua yaitu bagian badan dan bagian kaki yang terdiri atas sepasang celiped, tiga pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang (Kumalah dan Wardiatno, 2017) .

2.4  Cara Makan

Pada habitat alaminya kepiting bakau mengkonsumsi berbagai jenis pakan antara lain alga, daun-daun yang telah membusuk, akar serta jenis kacang-kacangan, jenis siput, kodok, katak, daging kerang, udang, ikan, bangkai hewan sehingga kepiting bakau bersifat pemakan segala (Omnivorous- scavenger) dan pemakan sesama jenis (cannibal). Waktu kepiting bakau mencari makan yaitu malam hari sehingga tergolong hewan nokturnal. Kepiting juga memakan partikel detritus yang ditemukan dalam lumpur. Terdapat dua pola gerakan tingkah laku kepiting bakau dalam merespon makanan yaitu kepiting dewasa memberikan respon langsung sedangkan kepiting muda memberikan respon tidak langsung (Suryono dkk., 2016).

2.5  Cara Beradaptasi

Kepiting bakau (Scylla serrata) hidup hampir di seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi mangrove, perairan dangkal yang dekat dengan mangrove, dan pantai berlumpur. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kepiting bakau, diantaranya adalah salinitas, suhu, pH, pasang surut, serta substrat dasar. Kepiting bakau adalah hewan yang beradaptasi dengan mangrove dan memiliki daerah penyebaran yang luas. Hal ini disebabkan karena kepiting bakau memiliki toleransi yang luas terhadap faktor abiotik terutama pada suhu dan salinitas. Kawasan mangrove menjadi habitat bagi berbagai satwa meliputi biota yang hidup di substrat yang keras maupun lunak (lumpur) salah satunya, yaitu kepiting bakau (Ardian dkk., 2022).

2.6  Fungsi dan Manfaat

Daging kepiting mengandung asam amino esensial, asam lemak tak jenuh, vitamin B12, fosfor, zat besi, dan selenium yang berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Paul dkk., 2015). Menurut Herliany dan Zamdial , (2015) Setiap 100 gram daging kepiting bakau segar mengandung nilai gizi tinggi yakni 18,06 g protein, 1,08 g lemak, 89 mg kalsium, dan 68,1 g air . Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat dijual. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain.

2.7  Strategi Pengelolaan

Menurut Siahainenia dan Makatita, (2020) dalam penelitiannya menemukan 4 strategi  pengelolaan kepiting bakau yaitu:

1. Budidaya  kepiting bakau, strategi  ini  dibuat untuk menjamin ketersediaan sumberdaya kepiting   bakau   dialam,   dan memenuhi kebutuhan pasar.

2. Pengelolaan    ekosistem    mangrove , pengelolaan    ekosistem    mangrove diharapkan   dapat   mengurangi ancaman pemanfaatan yang merusak sehingga berdampak terhadap keberlangsungan    hidup kepiting    bakau.

3. Pengaturan waktu  tangkap,  alat  tangkap dan   lokasi   tangkap, merupakan upaya untuk menjamin ketersediaan sumberdaya kepiting  bakau  di  alam.  Alat  tangkap  yang  digunakan  sebaiknya  alat tangkap yang ramah lingkungan seperti bubu dan jaring dengan ukuran mata yang besar.

4. Ukuran    kepiting        bakau    yang    boleh ditangkap. Upaya yang harus dilakukan yaitu penegakan   aturan   tentang ukuran kepiting bakau yang boleh ditangkap.

2.8  Pemasaran

Menurut Parapat dan Abdurrachman, (2019) Pola saluran pemasaran kepiting bakau dapat diketahui dengan cara mengikuti arus pemasaran kepiting bakau mulai dari petani sampai ke tangan konsumen. Pola saluran pemasaran kepiting bakau di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari dua pola saluran pemasaran yaitu:

1. Saluran I Petani → Pedagang Pengumpul → Pedagang Besar → Konsumen

2. Saluran II Petani → Pedagang Besar → Konsumen

Kegiatan pemasaran kepiting bakau dikedua saluran pemasaran tentu melibatkan lembaga pemasaran. Pada saluran pemasaran I, lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul dan pedagang besar. Peranan pedagang pengumpul disini adalah yang membeli kepiting bakau dari para petani dengan jumlah hasil panen yang banyak kemudian pedagang pengumpul menjual kepiting ke pedagang-pedagang besar. Pada saluran pemasaran II, lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kepiting bakau adalah pedagang besar. Para pedagang besar disini adalah pedagang yang menjual kepiting bakau kepada perusahaan yang ada di beberapa kota.

III.              PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Kepiting bakau yang memiliki nama latin Scylla Serrata ternyata memiliki banyak manfaat. Baik untuk lingkungannya ataupun untuk kita sebagai manusia. Untuk lingkungannya yaitu dengan adanya kepiting bakau membantu agar daun daun di hutan mangrove lebih cepat terurai. Dan kepiting bakau mampu membantu masyarakat pesisir pantai mendapatkan mata pencarian. Karena kepiting bakau yang hidup di pesisir pantai dapat dijual dengan harga yang relative tinggi. Bukan hanya dapat dijual di pasar-pasar kecil kepiting bakau juga dapat diekspor keluar negeri. Kepiting bakau memiliki manfaat bagi bidang kesehatan maupun bidang kecantikan.

3.2  Saran

Karena banyak dari warga pesisir menangkap kepiting bakau tanpa memperhatikan ukuranya menyebabkan banyak kepiting yang saya temui ukurannya masih sangat kecil. Sebaiknya warga sekitar atau pedagang kecil perlu edukasi tentang ukuran dari kepiting bakau yang diperbolehkan untuk ditangkap agar tidak menyebabkan populasi kepiting bakau ini berkurang .

DAFTAR PUSTAKA

Ardian Aan , Kustiati, Saputra Firman. 2022. Kualitas Habitat Kepiting Bakau ( Scylla Serrata-Forsskal) di Perairan Pantai Desa Sengkuang Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah. Jurnal Protobiont. 11(2): 44-50.

Herliany, N. E., Zamdial. 2015. Hubungan Lebar Karapas Dan Berat Kepiting Bakau (Scylla Spp.) Hasil Tangkapan Di Desa Kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu. Jurnal Kelautan. Volume 8 (2), 83-87.

Koniyo Yuniarti. 2020. Teknologi Budidaya Kepiting Bakau (Scylla Serrata Forsskal) Melalui Optimalisasi Lingkungan dan Pakan. Serang, Banten. CV. AA. Rizky.

Kumalah AA dan Wardiatno Y. 2017. Biologi populasi kepiting bakau Scylla serrata - forsskal, 1775 di ekosistem mangrove kabupaten subang, jawa barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 9(1):173-184.

Mbihgo Sunarti. 2019. Biodiversitas Identifikasi dan Jenis Kepiting Bakau (Scylla spp.) Pada Ekosistem Mangrove di Pulau Lombok. Skripsi. Universitas Islam Negeri Mataram.

Ohoiulun D. dan Hanoatubun M. I. H. 2020. Analisis Morfometrik Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Hasil Tangkapan dari Perairan Desa Warmut Kabupaten Maluku Tenggara. Jambura Fish Processing Journal. 2(1): 28-35.

Parapat E.R., dan Abdurrachman. 2019. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Pemasaran Kepiting Bakau di Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Penelitian Agrisamudra. 5(1): 54-60

Paul B., Faruque, Mandal R. &Ahsan D. 2015. Nutritional susceptibility to morphological, chemical and microbial variability: An investigation on mud crab, Scylla serrata in Bangladesh. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies 2015; 2(6): 313-319

Sari Indira Rosvita,Sara La, dan Tadjuddah Muslim. 2023. Kelimpahan dan Pola Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Hutan Mangrove Teluk Kulisusu Utara, Buton Utara. Jurnal Sains dan Inovasi Perikanan. 7(1) :1-10.

Siahainenia L. dan Makatita M. 2020. Aspek Bioekologi Sebagai Dasar Pengelolaan Sumber Daya Kepiting Bakau (Scylla spp.) Pada Ekosistem Mangrove Pasoo. Jurnal Triton. 16(1): 8-18.

Sipayung R. H. dan Poedjirahajoe E. 2021. Pengaruh Karakteristik Habitat Mangrove Terhadap Kepadatan Kepiting (Scylla Serrata) di Pantai Utara, Kabupateb Demak, Jawa Tengah. Jurnal Tambora. 5(2): 21-30.

Suryono C., Irwani, Rochaddi B., 2016. Pertambahan Biomasa Kepiting Bakau Scylla serrata pada Daerah Mangrove dan Tidak Bermangrove . Jurnal Kelautan Tropis .19(1):76-80

Tiurlan E., Djunaedi A. dan Supriyantini E. 2019. Aspek Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Perairan Kendal, Jawa Tengah. Journal of Tropical Marine Science. 2(1):29-36.



 #ilmukelautan #ilmukelautanunib #Yarjohan

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"MANUSIA DAN BIOTA LAUT"

  1.       PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah laut yang lebih luas dibandingkan dengan l...