Sabtu, 17 Februari 2024

"MANUSIA DAN BIOTA LAUT"

 

1.      PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah laut yang lebih luas dibandingkan dengan luas daratannya. Tak heran jika banyak jenis biota laut ditemukan diIndonesia. Biota laut adalah semua makhluk hidup berupa tumbuhan dan hewan yang hidup dilaut seperti sotong, kerrang hijau, kepiting rajungan, kerang, bintang laut, terumbu karang dan rumput laut. Biota adalah keseluruhan flora dan fauna yang terdapat dalam laut. Sedangkan biota laut adalah biota yang terdapat didalam laut”. Dari beberapa pengertian tentang biota dan biota laut yang tertera pada KBBI, dapat ditarik kesempulan tentang pengertian biota laut itu sendiri dengan lebih jelas. Kesimpulanya adalah biota laut merupakan sekumpulan makhluk hidup berupa flora dan fauna atau tumbuhan dan hewan yang terdapat didalam laut. Biota laut dapat dikelompokkan berdasarkan jenis karateristik dan sifat yang dimilikinya. Biota laut adalah berbagai macam tumbuhan dan hewan yang ada di laut (Diyanti dan Angge, 2017).

Menurut Harjana dan Rahmatiah (2021), wilayah Perairan laut yang dimiliki Indonesia lebih luas daripada wilayah daratannya, sehingga wilayah laut penting menjadi perhatian bagi kehidupan Masyarakat. Biota laut dikenal sebagai kumpulan berbagai spesies hewan, tumbuhan, atau karang yang hidup di laut sebagai tempat pengembangannya. Salah satu manfaat dari biota laut adalah pemanfaatan limbah biota laut menjadi produk karya seni Indonesia dikenal dunia sebagai Negara kepulauan terbesar dengan jumlah 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km menyebar dan membentang dari sabang sampai Marauke. Biota laut adalah semua makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan atau karang. Hewan laut merupakan biota laut yang hidup perairan asin atau laut seperti ikan, penyu, kura-kura, kepiting dan lainnya. Sedangkan tumbuhan laut merupakan makhluk hidup yang hidup di perairan asin atau laut seperti alga hijau, rumput laut, padang lamun dan lainnya (Crec dan Noventius, 2018).

1.2  Tujuan

Mengetahui jenis jenis biota laut seperti tumbuhan laut dan hewan laut mulai dari klasifikasi, factor hidup, cara pembudidayaan, bahaya dan kerusakan serta habitatnya.

2.      ISI

2.1  Pengertian Tumbuhan Laut

Tumbuhan Laut Selain kelompok hewan yang hidup di lautterdapat juga kelompok tumbuhan yang disebut tumbuhan laut yang juga banyak memiliki nilai gizi dan ekonomi. Tumbuhan laut adalah tumbuhan yang hidup di dasar laut. Tumbuhan atau rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut.

2.1.1        Rumput laut

Seaweed atau rumput laut, secara ilmiah dikenal dengan istilah algae atau ganggang. Rumput laut merupakan tumbuhan berklorofil dan digolongkan sebagai tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki akar, batang maupun daun sejati, melainkan hanya menyerupai batang, yang disebut thallus. Rumput laut merupakan tanaman berderajat rendah, biasanya tumbuh melekat padasubstrat tertentu, tidak mempunyai akar dan batang serta daun sejati, tetapi hanyamenyerupai batang yang disebut thallus. Bentuk thallus ini beragam, ada yang bulat sepertitabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, atau ada juga yang seperti rambut. Rumput lauttumbuh di alam dengan melekatkan diri pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keraslainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Firman, 2019).

2.1.2        Padang lamun

Kawasan pesisir pantai beserta keragaman vegetasinya terutama ekosistem lamun (seagrass) memiliki beberapa fungsi ekologis sebagai daerah pemijahan(spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah perlindungan(sanctuary ground) bagi berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Ekosistem lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (angiospermae) dan berkeping tunggal (monokotil)yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Peranan ekosistem lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu di mana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan. Salah satu penyebabnya adalah pemanfaatan daerah pantai yang dapat memberikan pengaruh terhadap keberadaan padang lamun (Ismail dkk., 2019).

2.1.3        Mangrove

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat air payau dan air laut. Mangrove menjadi salah satu solusi yang sangat penting untuk mengatasi berbagai jenis masalah lingkungan terutama untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh rusaknya habitat untuk hewan. Kerusakan ini tidak hanya berdampak untuk hewan tapi juga untuk manusia. Mangrove telah menjadi pelindung lingkungan yang sangat besar. Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pobon yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir, sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohon yang tumbuh di daerah payau pada tanah (alluvial) atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove juga tumbuh pada pantai karang atau daratan terumbu karang yang berpasir tipis atau pada pantai berlumpur (Sumar, 2021).

2.2  Pengertian Hewan Laut

Hewan laut adalah hewan yang habitatnya ada di perairan asin atau lautan. Hewan laut juga hidup di air payau seperti kepiting bakau. Hewan-hewan yang hidup di laut seperti kepiting rajungan, kerang hijau, sotong maupun cumi.

2.2.1        Kepiting Rajungan

Kepiting Rajungan memiliki nama latin Portunus pelagicus . Kepiting rajungan tergolong ke dalam Kelas Crustacea dan termasuk hewan penghuni dasar air laut dan sesekali berenang mendekati permukaan air laut untuk mencari makanan.  Sehingga kepiting rajungan disebut sebagai Blue Swimming Crab.Kepiting merupakan hewan dari anggota Artropoda. Kepiting memiliki eksoskeleton yang terbuat dari lapisan kutikula yang merupakan polisakarida dari kitin, protein, lemak dan mineral seperti kalsium karbonat. Sebagian besar tubuh kepiting dilindungi oleh karapas(Amelia dkk., 2020). Rajungan Portunus pelagicus mempunyai bentuk tubuh yang ramping dengan capit yang panjang dan warna karapasnya sangat unik, hidup di lingkungan air laut. Duri akhir pada karapas Rajungan cenderung runcing dan tajam serta panjang. Rajungan memiliki karapas dengan bentuk bulat pipih, di bagian kiri dan kanan mata ada duri 9 buah dan duri terakhir ukurannya lebih panjang. Rajungan memiliki 5 pasang kaki yang terdiri atas 1 pasang kaki capit, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan, dan sepasang kaki terakhir menjadi sepasang kaki yang dimodifikasi untuk berenang yang ujungnya pipih dan membundar (Munthe dan Dimenta, 2022).

2.2.2        Cumi-Cumi

Cumi-cumi memiliki nama latin yaitu Loligo vulgaris. Cumi cumi termasuk  kelompok  filum Mollusca  yang memiliki tubuh lunak dan berdarah dingin. Cumi cumi merupakan hewan yang termasuk dalam kelas cephalepoda. Cumi cumi memiliki tubuh yang  terdiri  atas  kepala,  mantel,  dan kaki  otot.  Mereka  hidup  secara  heterotrof, sehingga   membutuhkan   organisme   lain sebagai  nutrisinya,  seperti  ganggang,  ikan, udang,  maupun  sisa  organisme. Heterotrof merupakan organisme yang tidak dapat membuat makanannya sendiri (Ariani  dkk.,     2019).

2.2.3        Sotong

Sotong (Sephia Sp.) merupakan golongan celopoda perairan    dangkal.    Ukuran sotong dapat   mencapai   60   cm,   memiliki cangkang internal yang  biasa disebut tulang     sotong     atau Cuttelbone. Bentuk tulang sotong lonjong dengan ujung   posterior   bulat   dan   ujung anterior   yang   meruncing   ke   suatu titik. Tulang  sotong  menghasilkan kitin yang  lebih  banyak  dari  kulit udang,    kulit    kepiting    dan    kulit belangkas.  Kitin  merupakan  bahan dasar   pembentuk   kitosan. Kitosan merupakan   hasil   diasetilisasi   dari kitin.   Tahapan   proses   pembuatan kitosan dari kitin ada 4 tahapan umum yaitu,  deptoteinisasi,demineralisasi, depigmentasi dan deasetilisasi. Kitosan   memiliki   sifat   tidak   larut dalam  air  tetapi  larut  dalam  asam, memiliki viskositas yang tinggi ketika dilarutkan(Rahman dkk., 2020).

2.3  Klasifikasi

2.3.1        Klasifikasi Rumput Laut

Menurut Maysri (2021), klasifikasi rumput laut (Gracilaria verrucosa):

Kingdom : Protista

Filum :  Thallophyta

Divisi : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Gracilariaceae

Genus : Gracilaria

Species : Gracilaria verrucosa

2.3.2        Klasifikasi Padang Lamun

Menurut Rawung dkk., (2018), klasifikasi Lamun Halodule uninervis sebagai berikut:

Kingdom   : Plantae

Filum         : Trachophyta

Kelas         : Mognoliopsida

Ordo          : Alismatales

Famili        : Cymodoceaceae

Genus        : Halodule

Spesies      : Halodule uninervis

2.3.3        Klasifikasi Mangrove

Menurut Pernama dkk., (2021), klasifikasi mangrove Rhizophora apiculate :

Kingdom   : Plantae

Divisi         : Magnoliophyta

Kelas         : Magnoliopsida

Ordo          : Malpighiales

Famili        : Rhizophoraceae

Genus        : Rhizophora

Spesies      : Rhizophora apiculate

 

2.3.4        Klasifikasi Kepiting Rajungan

Menurut Baswantara dkk., (2021), klasifikasi kepiting rajungan :

Kingdom   : Animalia

Filum         : Arthropoda

Subfilum   : Crustacea

Kelas         : Malacostraca

Ordo          : Decapoda

Infraordo   : Brachyura

Famili        :  Portunidae

Genus        : Portunus

Spesies      : Portunus pelagicus

2.3.5        Klasifikasi Cumi-Cumi

Menurut Liswahyuni (2023), klasifikasi cumi-cumi :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda 

Famili : Loligodae

Genus : Loligo

Spesies : Loligo sp.

2.3.6        Klasifikasi Sotong

Menurut Ritonga dkk., (2021) klasifikasi sotong :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda

Ordo : Sepioidea

Famili : Sepinidae

Genus : Sepia

Spesies : Sepia sp.

2.4  Faktor Hidup

2.4.1        Faktor Hidup Rumput Laut

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunitas rumput laut dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor oseanografi, topografis dan hayati. Kondisi oseanografis di suatu perairan (temperatur, intensitas cahaya, kedalaman, salinitas, pH, arus dan gelombang), faktor topografis (Kondisi substrat dasar perairan), dan faktor hayati seperti hewan herbivor, serta kompetisi antara jenis rumput laut itu sendiri mempengaruhi struktur komunitas rumput laut (Ferawati dkk., 2014).

2.4.2        Faktor Hidup Padang Lamun

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan padang lamun yaitu terdiri dari suhu, kerapatan lamun, laju sedimen, kecepatan arus, kualitas air, pH, kedalaman, dan salinitas di suatu perairan (Hidayat dan Widyorini, 2014).

2.4.3        Faktor Hidup Mangrove

Faktor-faktor Pengaruh Pertum-buhan Mangrove Beberapa faktorlingkunganyangmempengaruhipertumbuhan mangrove di suatu lokasiadalah: fisiografi pantai (topografi),pasang (lama, durasi, rentang),gelombang dan arus, iklim (cahaya,curahhujan, suhu, angin), salinitas, oksigenterlarut, tanah, dan hara (Alwidakdo dkk., 2014).

2.4.4        Faktor Hidup Kepiting Rajungan

Pola pertumbuhan pada Portunidae tidak bersifat tetap dan dapat berubah ketika terjadi perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan makanan. Faktor internal meliputi spesies, bentuk, dan kegemukan, sedangkan faktor eksternal meliputi musim, kondisi habitat, dan ketersediaan makanan. Rajungan dengan lingkungan yang optimal akan tumbuh dengan optimal. Rajungan yang tumbuh di lokasi yang berbeda akan memiliki pola pertumbuhan yang cenderung berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eskternal yang mendukung pertumbuhan rajungan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, oksigen terlarut, suhu, kualitas air, umur, dan ukuran organisme. Suhu dan salinitas memegang peran penting dalam pertumbuhan rajungan (Mustofa dkk., 2021).

2.4.5        Faktor Hidup Cumi-Cumi

Muhsoni (2019), mengatakan bahŌa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan ikan maupun cumi-cumi, di antaranya yaitu ketersediaan makanan yang sesuai dalam jumlah yang cukup, stres yang disebabkan oleh kepadatan, penyakit dan parasit, faktor genetik, dan lingkungan seperti kondisi perairan.

2.4.6        Faktor Hidup Sotong

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pertumbuhan atau pola kehidupan sotong yaitu kualitas air, suhu, pH dan salinitas air. Apabila factor-faktor tersebut dalam kondisi optimum maka pola pertumbuhan dan kehidupan sotong akan baik (Pongsapan dkk., 2017).

2.5  Budidaya

2.5.1        Budidaya Rumput Laut

Secara umum, budidaya rumput laut Indonesia masih dilakukan dengan cara tradisional, bersifat sederhana,dan belum banyak mendapat input teknologi dari luar. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, adalah:(1) pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenisrumput laut yang akan dibudidayakan. Hal ini perlu karenaada perlakukan yang berbeda untuk tiap jenis rumput laut,(2) pemilihan atau seleksi bibit, penyediaan bibit, dan cara pembibitan yang tepat, (3) metode budidaya yang tepat, (4)pemeliharaan selama musim tanam, dan (5) metode panendan perlakuan pascapanen yang benar. Kini, budidaya rumput laut tidak hanya dilakukan diperairan pantai (laut) tetapi juga sudah mulai digalakkan pengembangannya di perairan payau (tambak). Budidaya diperairan pantai sangat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit), serta berpenduduk padat, sehingga diharapkan pembukaan lahan budidaya rumput laut di perairan dapat menjadi salah satu alternatifuntuk membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil (Priono, 2016).

2.5.2        Budidaya Padang Lamun

Pembudidayaan padang lamun dapat dilakukan dengan kegiatan transplantasi lamun. Jumlah bibit yang ditanam menggunakan metode terf sebanyak 350 bibit dengan 14 plot frame kawat di mana masing-masing plot berisi 25 bibit lamun. Pada metode sprig anchor, jumlah bibit yang ditanam sebanyak 475 bibit dengan 19 plot di mana masing-masing plot berisi 25 bibit. Pemulihan kondisi ekosisitem lamun dilakukan dengan kegiatan transplantasi lamun menggunakan dua metode yaitu terf dan sprig anchor. Kegiatan pengabdian masyarakat pelestarian ekosistem lamun diterima baik oleh masyarakat Desa Pahawang dan dapat dilanjutkan oleh masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan serta keberlangsungan makhluk hidup yang tinggal di wilayah pesisir ( Al dkk., 2023).

2.5.3        Budidaya Mangrove

Pembudidayaan hutan mangrove dapat dilakukan dengan permudaan kawasan mangrove atau reboisasi mangrove. Permudaan mangrove dapat dilakukan dengan cara alami maupun buatan. Permudaan dengan cara alami terjadi jika buah jatuh dan tumbuh dengan sendirinya pada substrat. Permudaan buatan dilakukan oleh manusia dengan cara melakukan pembibitan dan penanaman kembali bibit-bibit yang telah tumbuh tersebut pada habitat alaminya (Yona dkk., 2018).

2.5.4        Budidaya Kepiting Rajungan

Pembudidayaan kepiting rajungan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode pendampingan dan metode demplot teknik budidaya kepiting rajungan untuk menghasilkan kepiting rajungan besar. Tahapan-tahapan antara lain konstruksi tambak, pengeringan tambak, pengisian air, tempat pemeliharaan, pemilihan benih, pengangkutan benih, penebaran benih, pemeliharaan, kualitas air, pemberian pakan (buatan dan alami), pertumbuhan, penanganan hama penyakit, dan panen (Hakim dkk., 2018).

2.5.5        Budidaya Cumi-Cumi

Populasi cumi-cumi perlu dipertahankan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, selain pertumbuhan secara alamai juga dapat dilakukan dengan teknologi budidaya. Teknologi budidaya laut seperti pemijahan diperlukan untuk menyeimbangkan aktivitas penangkapan dan pengkayaan stok cumi-cumi di alam. Penyediaan telur-telur cumi-cumi secara berkesinambungan merupakan salah satu faktor pendukung upaya pengkayaan stok cumi-cumi di alam. Ketersediaan telur cumi-cumi merupakan salah satu kendala dalam kegiatan pembenihan cumi-cumi skala hatchery. Untuk mengatasi hal tersebut maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan mengumpulkan telur cumi-cumi dari alam dengan bantuan atraktor sebagai tempat menempel telur cumi-cumi (Hasmawati, 2015).

2.5.6        Budidaya Sotong

Sotong adalah salah satu komuditas budidaya laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun demikian, keberadaannya secara alami menunjukan telah terjadi penurunan produksi. Meskipun  demikian,  beberapa  indiator  menunjukkan  memiliki  potensi  untuk  diversivikasi budidaya.  Indikatonya  adalah  potensi  bibit,  lingkungan  perairan  yang  mendukung  untuk pengembangan budidaya dan nilai ekonomi sotong yang cukup tinggi pada ukuran mantel yang telah mencapi lebih besar dari 30 cm. Selain itu, budidaya sotong dapat meningkatkan peran secra aktif, khususnya nelayan pembudidaya dalam mencegah keberlanjutan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Syukur dkk., 2019).

2.6  Bahaya dan Kerusakan

2.6.1        Bahaya dan Kerusakan Rumput Laut

Mengingat tingginya minat masyarakat sekitar untuk mengkonsumsi dan mengolah rumput laut Gracilaria sp. Rumput laut tersebut dapat dapat dikonsumsi secara langsung sebagai sayuran bahkan dijadikan bahan campuran roti, sup, es krim, serbat, keju, puding, selai dan lain-lain.  Maka  pada penelitian yang dilakukan Rahayu dan Purnomo (2022), ini perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan logam berat yang ada di tanaman tersebut. Dengan demikian hasilnya dapat dijadikan sumber informasi terkait pengolahan lebih lanjut atas besarnya konsentrasi logam berat tersebut, sehingga bisa aman dikonsumsi oleh masyarakat sekitar.

2.6.2        Bahaya dan Kerusakan Padang Lamun

Penyebab kerusakan dan hilangnya padang lamun hampir di seluruh dunia terutama disebabkan oleh dampak aktifitas manusia (Anthropogenic impact) yaitu meningkatnya jumlah penduduk di pesisir pantai (Patty, 2016).

2.6.3        Bahaya dan Kerusakan Mangrove

Kerusakan mangrove mungkin terjadi akibat faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat yang merusak langsung tumbuhan mangrove itu sendiri. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan mangrove, mengakibatkan mangrove diwilayah ini berkurang, Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kegiatan masyarakat pesisir terhadap kondisi ekosistem mangrove guna mengetahui seberapa besar dampak dari aktivitas tersebut (Rawena dkk., 2020).

2.6.4        Bahaya dan Kerusakan Kepiting Rajungan

Rajungan termasuk salah satu hasil perikanan yang umumnya bersifat perishable food (mudah rusak/busuk).Penurunan mutu pada daging rajungan disebabkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, karena itu penanganan rajungan harus terjamin perlakuan dan sanitasi pada proses pengolahannya. Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6929.2 : 2010, standar daging rajungan yang dijadikan bahan baku untuk produk pasteurisasi (pasteurized crab meat) adalah daging rajungan dengan mutu baik dengan kriteria: (1) bentuk : rajungan hidup, utuh segar, utuh rebus atau berupa daging dalam kondisi dingin atau beku (2) asal : bahan baku dari perairan yang tidak tercemar (3) mutu : bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifata-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan (4) bentuk daging kenampakan : bersih dan cemerlang (5) bau : segar spesifik jenis (6) tekstur: padat kompak (7) bentuk utuh kenampakan : utuh, bersih, cemerlang, antar ruas kokoh dan kuat (7) bau : segar spesifik jenis (Supriyadi dkk., 2019).

2.6.5        Bahaya dan Kerusakan Cumi-Cumi

Cumi- cumi banyak diminati masyarakat karena rasanya yang enak serta kandungan gizi cumi-cumi tinggi dan bagus untuk kesehatan. Banyak Masyarakat menangkap cumi-cumi tanpa memperhatikan ukurannya lagi sehingga terjadinya overfhising. Banyak dari cumi-cumi yang tertangkap masih dalam ukuran kecil yang belum layak untuk ditangkap. Pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi melalui kegiatan penangkapan sudah saatnya disertai dengan upaya pengaturan penangkapan. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan sumberdaya cumi-cumi karena stok dapat diperkaya untuk memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya cumi-cumi. Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya cumi-cumi adalah adanya ketersediaan (supply) telur dan keberhasilan pemijahan (Tirtana dkk., 2019).

2.6.6        Bahaya dan Kerusakan Sotong

Pelepasan tinta adalah bagian dari respons defensif, namun ambang batas respons biokimia yang disebabkan oleh rangsangan tidak diketahui. otong lolos dari predator yang ditutupi jetting/tinta dan memperingatkan potensi ancaman dengan menampilkan pola tubuh yang unik. Selain itu, tinta yang terus-menerus dengan adanya stimulus yang jelas menyebabkan pelepasan tinta yang tidak terkendali dari saluran tinta/saluran anus (kehilangan kendali). Namun, pelepasan kembali tinta akan mengakibatkan “eksploitasi berlebihan” dan angka kematian yang tinggi (Jaluri, 2019).

2.7  Habitat

2.7.1        Habitat Rumput Laut

Habitat rumput lautyang merupakantumbuhan laut dasar perairan (fitobentos), makroalga, dan termasuk Thallophyta. Rumput laut tergolongtanaman yang hidupnya melekat pada substrat, seperti karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnyaatau bahkan melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Ain dan Widyorini, 2014).

2.7.2        Habitat Padang Lamun

Kondisi habitat padang lamun sangat dipengaruhi oleh beberapaparameter hidro- oseanografi perairan disekitar habitat hidup lamun habitat dengan substrat pasir berlumpur dengan kandungan bahan organik yang relative tinggi dan banyak ditemukan di habitat dengan substrat pasir halus (Riniatsih, 2016).

2.7.3        Habitat Mangrove

Hutan mangrove habitatnya di Wilayah Pesisir Pantai pasang surut mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup dihabitat payau. Tanaman dikotil adalah  tumbuhan yang buahnya berbiji berbelahdua.Pohon mangga adalah contoh pohon  dikotil dan contoh tanaman monokotil adalahpohon kelapa. Kelompok pohon di daerah  mangrove bisa terdiri atas suatu jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di air asin. Hutan mangrove biasa ditemukan disepanjang pantai daerah tropis dan subtropis,antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan (Imran dan Efendi, 2016).

2.7.4        Habitat Kepiting Rajungan

Rajungan (Portunus pelagicus) atau yang dikenal dengan nama umum sebagai blue swimming crab(BSC), termasuk ke dalam filum Crustacea dari famili Portunidae. Biota ini umumnya menghuni dasar perairan dan secara umum ditemukan di daerah tropis, khususnya di wilayah Asia Tenggara dan Timur atau Samudera Hindia bagian timur dan Samudera Pasifik bagian barat . Rajungan merupakan biota yang termasuk spesies ekonomis penting di Asia Tenggara . Persebaran rajungan di wilayah Indonesia antara lain terdapat di perairan pesisir wilayah Jawa,Sumatera Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Keberadaan rajungan di pulau Sumatera sebagian besar adalah terdapat di Provinsi Lampung, yaitu di perairan pesisir bagian timur Lampung. Rajungan dapat ditemukan pada berbagai habitat yang sangat beragam, yakni ditemukan mulai dari zona intertidal hingga perairan lepas pantai dengan kedalaman 50 m. Hal tersebut berkaitan dengan preferensi habitat setiap siklus hidup rajungan, mulai dari habitat larva, yuwana, dan rajungan dewasa. Rajungan umumnya ditemukan dalam jumlah besar di perairan dangkal dengan substrat berpasir . rajungan menyukai substrat dasar berpasir, hamparan pasir, dan pasir berlumpur. Perairan yang cenderung hangat merupakan kondisi yang disukai dikarenakan rajungan bergerak sangat aktif dibandingkan pada kondisi dingin. Rajungan juga diketahui memiliki preferensi salinitas pada kisaran 30-40 ppt (Radifa dkk.,2020).

2.7.5        Habitat Cumi-Cumi

Cumi cumi banyak ditemukan baik dipantai maupun dilaut lepas. Cumi cumi dapat beradaptasi dengan cepat sehingga mampu bertahan hidup di zona intertidal. Zona intertidal atau litoral merupakan letak ekosistem-ekosistem yang dibatasi oleh zona-zona laut, darat dan peralihan( ekoton) seperti pantai berpasir atau pantai karang. Penyebaran cumi cumi tersebar hampir diseluruh permukaan laut didunia ini. Penyebaran cumi cumi mulai dari Pantai sampai laut lepas dan mulai berupa laut terbuka atau teluk (Ritonga dkk., 2021)

2.7.6        Habitat Sotong

Sotong adalah hewan dari kelas cephalopoda dan merupakan filum moluska. Hewan ini, yang dikenal sebagai sotong, secara alami mendiami perairan laut, dengan sebagian besar individunya ditemukan di dasar laut. Sotong merupakan hewan yang tidak bertulang belakang  yang hidup dilaut. Sotong memiliki habitat didasar laut. Dalam lingkungan laut yang menjadi rumahnya, sotong memiliki peran penting dalam rantai makanan dan ekosistem laut secara keseluruhan(Rini dkk., 2022).

3.      PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Tumbuhan laut adalah organisme yang hidup di dasar laut, termasuk rumput laut, padang lamun, dan mangrove. Hewan laut adalah hewan yang habitatnya ada di perairan asin atau lautan, seperti kepiting rajungan, cumi-cumi, dan sotong. Faktor-faktor seperti suhu, kerapatan lamun, kualitas air, dan salinitas memengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme laut. Budidaya dilakukan untuk menghasilkan hasil laut secara berkelanjutan, melibatkan metode seperti transplantasi, pemijahan.  Aktivitas manusia, seperti penangkapan berlebihan, dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan laut dan spesies yang hidup di dalamnya. Berbagai spesies laut memiliki habitat yang berbeda-beda, termasuk rumput laut, padang lamun, mangrove, kepiting rajungan, cumi-cumi, dan sotong. Ini adalah rangkuman singkat dari materi yang telah dibahas, yang mencakup pengenalan, klasifikasi, faktor-faktor yang memengaruhi, budidaya, bahaya dan kerusakan, serta habitat dari organisme laut.

DAFTAR PUSTAKA

Ain, N., & Widyorini, N. (2014). Hubungan kerapatan rumput laut dengan substrat dasar berbeda di Perairan Pantai Bandengan, Jepara. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES)3(1), 99-107.

Al Supandi, N. M. T. W., Firdausi, H. N., Samosir, M. F., Tefsele, K. T., Viani, D. O., Oktari, S. C., ... & Yusup, M. W. (2023). Pengelolaan Ekosistem Lamun dengan Metode Teknologi Terf dan Sprig Anchor Untuk Keberlanjutan Desa Wisata Pahawang, Kabupaten Pesawaran. Jurnal Pengabdian Fakultas Pertanian Universitas Lampung2(2), 267-277.

Alwidakdo, A., Azham, Z., dan Kamarubayana, L. (2014). Studi pertumbuhan mangrove pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di desa Tanjung Limau kecamatan Muara Badak kabupaten Kutai Kartanegara. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan13(1), 11-18.

Amelia A.P., Irwani, Djunaedi A. 2020.Studi Kerentanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Paciran, Jawa Timur sebagai Upaya Konservasi Berkelanjutan.Journal of Marine Research. 9(4): 509-516

Ariani,  D.  NM,  Jelantik  Swasta  IB.,  Budi Adnyana  P.  (2019). Studi tentang Keanekaragaman dan 14 Kemelimpahan    Mollusca    Bentik serta  Faktor-Faktor  Ekologis yang Mempengaruhinya di Pantai Mengening,    Kabupaten    Badung, Bali. Jurnal  Pendidikan  Biologi Undiksha.9(3) :9-16

Baswantara A.,Firdaus A.N., Astiyani W.P. 2021. Karakteristik Hambur Balik Akustik Rajungan (Portunus pelagicus) pada Kondisi Terkontrol. Journal of  Science  and Applicative Technology.5(1) :194-197.

CREC, A. S., dan  Noventius, C. (2018). Media Interaktif Virtual Reality Biota Laut Indonesia Sebagai Media Pembelajaran Untuk Usia 11-13 Tahun. In Seminar Nasional Seni dan Desain 2018 (pp. 251-258). State University of Surabaya.

Diyanti, K., dan Angge, I. C. (2017). Biota Laut Sebagai Sumber Ide Pembuatan Cenderamata Logam Wisata Pantai Pasir Putih Kabupaten Situbondo. Jurnal Seni Rupa5(3), 526-536.

Ferawati, E., Widyartini, D. S., dan Insan, I. (2014). Studi komunitas rumput laut pada berbagai substrat di perairan Pantai Permisan Kabupaten Cilacap. Scripta Biologica1(1), 57-62.

Firman, H. (2019). Faktor–Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Petani Rumput Laut Di Desa Tirowali Kecamatan Ponrang. Jurnal Ekonomi Pembangunan STIE Muhammadiyah Palopo5(1), 14-22.

Hakim, I., Syafiuddin, S., & Salam, N. I. (2018). DEMONSTRASI PLOT PEMBESARAN KEPITING RAJUNGAN DENGAN TEKNIK BUDIDAYA TAMBAK DI DESA MATTIRO BOMBANG KABUPATEN PANGKEP. Ngayah: Majalah Aplikasi IPTEKS9(2).

Hariana, H., dan Rahmatiah, R. (2021). Pembuatan Handycraft Dari Limbah Biota Laut. Jurnal Abdimas Gorontalo (JAG)4(1), 18-23.

Hasmawati, H. (2015). ANALISIS JUMLAH TELUR CUMI-CUMI BERDASARKAN MUSIM. JURNAL GALUNG TROPIKA4(3), 157-163.

Hidayat, M., dan Widyorini, N. (2014). Analisis laju sedimentasi di daerah padang lamun dengan tingkat kerapatan berbeda di Pulau Panjang, Jepara. Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES)3(3), 73-79.

Imran, A., & Efendi, I. (2016). Inventarisasi mangrove di pesisir pantai cemara Lombok Barat. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala1(1), 105-112.

Ismail, F., Akbar, N., Paembonan, R. E., dan Tahir, I. (2019). Kajian Pemanfataan Padang Lamun Sebagai Lahan Budidaya Ikan Baronang di Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan2(1):46-62.

Jaluri, P. D. C. (2019). Pembuatan Lotion Tabir Surya Tepung Tulang Sotong (Sepia officinalis) dengan Perbandiangan Emulgator. Jurnal Kebidanan9(1).

Liswahyuni Andi.2023. Klasifikasi Hasil Tangkapan Bagan Perahu yang Didaratkan di PPI Lappa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Journal Tarjih : Fisheries and Aquatic Studies .3(1) : 34-41.

Mayasri, A. (2021). Potensi Beberapa Jenis Rumput Laut di Aceh (Studi Kasus: Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan). Lantanida Journal9(1), 82-92.

Muhsoni, F. F. 2019. Dinamika Populasi Ikan (PŠµdoman Praktikum dan Aplikasinya). UTMPRESS. Madura. 87

Munthe T. dan Dimenta R.H. 2022.BIOLOGI REPRODUKSI RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI EKOSISTEM MANGROVE KABUPATEN LABUHANBATU. Jurnal Ilmiah Biologi. 10(1) : 182-192

Mustofa, D. A., Redjeki, S., dan Pringgenies, D. (2021). Studi Pertumbuhan Portunus pelagicus Linnaeus, 1758 (Portunidae: Malacostrata) di Perairan Tunggulsari, Rembang. Journal of Marine Research10(3), 333-339.

Patty Simon I. (2016) PEMETAAN KONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN TERNATE, TIDORE DAN SEKITARNYA.JurnalIlmiahPlatax. 4(1):9-18

Permana, W. M., Kasrina, K., dan Ansori, I. (2021). PENGEMBANGAN SUPLEMEN PENUNTUN PRAKTIKUM TAKSONOMI TUMBUHAN TINGGI BERDASARKAN STUDI ETNOBOTANI TUMBUHAN MANGROVE DI KOTA BENGKULU. Diklabio: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Biologi5(1), 65-73.

Pongsapan, D. S., Usman, U., dan  Ahmad, T. (2017). STUDI PENDAHULUAN PENGARUH PADAT TEBAR INDUK SOTONG BULUH, Sepioteuthis leeeoniana TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN DALAM KERAMBA JARING APUNG. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia4(3), 78-83.

Priono, B. (2016). Budidaya rumput laut dalam upaya peningkatan Industrialisasi perikanan. Media Akuakultur8(1), 1-8.

Radifa M., Wardiatno Y., Simanjuntak C. P. H. , Zairion Z. 2020. Preferensi habitat dan distribusi spasial yuwana rajungan (Portunus pelagicus) di perairan pesisir Lampung Timur, Provinsi Lampung. Journal of Natural Resources and Environmental Management. 10(2): 183-197

Rahayu, J., & Purnomo, T. (2022). Analisis Konsentrasi Logam Berat Tembaga (Cu) pada Rumput Laut Gracilaria sp. yang Dibudidaya di Kampung Rumput Laut Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Sains dan Matematika7(1), 13-19.

Rahman Ika Ristia, Masykuroh Athiah.2020. KARAKTERISTIK DAN NILAI SUN PROTECTING FACTOR(SPF) KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sephia officinalis). Jurnal Insan Farmasi Indonesia. 3(2): 298-306

Rawena, G. O., Wuisang, C. E., & Siregar, F. O. (2020). Pengaruh Aktivitas Masyarakat terhadap Ekosistem Mangrove di Kecamatan Mananggu. Spasial7(3), 343-351.

Rawung,  S.,  Tilaar,  F.  F.,  Rondonuwu,  A.  B., Email, P., Inventarisasi, K., & Station, M. F. (2018). Jurnal Ilmiah Platax Inventarisasi  Lamun  Di  Perairan  Marine Field  Station  Likupang  Timur  Kabupaten Minahasa   Utara(   The   Inventory   of Seagrasses   in   Marine   Field   Station   of Faculty of Fisheries and Marine Science in Subdistrict of East Likupang District Nor. Ilmiah Platax, 6(2), 38–45.

Riniatsih, I. (2016). Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan dengan Sebaran Nutrien Perairan di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Jurnal Kelautan Tropis19(2), 101-107.

Ritonga Arifin, Fefiani Yusri, Warsodirejo Pandu Prabowo. 2021. Inventarisasi Spesies Kelas Cephalopoda Dalam Pembuatan Modul Bagi Mahasiswa FKIP UISU Medan. Journal of Biology Education, Science dan Technology.  4(2) : 87-93

Sumar, S. (2021). Penanaman Mangrove Sebagai Upaya Pencegahan Abrasi Di Pesisir Pantai Sabang Ruk Desa Pembaharuan. IKRA-ITH ABDIMAS4(1), 126-130.

Supriadi, D., Utami, D. R., & Sudarto, S. (2019). Perbandingan kualitas daging rajungan hasil tangkapan kejer dan bubu lipat di Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon. Akuatika Indonesia4(2), 71-76.

Syukur, A., Al-Idrus, A., Nasir, L. M. I. H. M., & Pahmi, P. (2019). Potensi Bibit Sotong untuk Pengembangan Keragaman Budidaya Nelayan Kecil sebagai Strategi Konsevasi Lamun di Perairan Pesisir Lombok Timur. Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan5(2), 94-104.

Tirtana, D., Riyanto, M., Wisudo, S. H., & Susanto, A. (2019). Respons Tingkah Laku Cumi-Cumi (Uroteuthis Duvaucelli, Orbigny 1835) Terhadap Warna Dan Intensitas Cahaya Yang Berbeda (Behavior Response of Squid Uroteuthis duvaucelli, Orbigny 1835 to Different Light Color and Intensity). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology16(2), 90-96.

Yona, D., Hidayati, N., Sari, S. H. J., Amar, I. N., & Sesanty, K. W. (2018). Teknik Pembibitan Dan Penanaman Mangrove Di Banyuurip Mangrove Center, Desa Banyuurip, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik. J-Dinamika: Jurnal Pengabdian Masyarakat3(1).

 

 

 

 


"MANUSIA DAN BIOTA LAUT"

  1.       PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah laut yang lebih luas dibandingkan dengan l...